Rabu, 12 Oktober 2011

Strings 1 : the Death



Elegi dari kematian menyambut malam, yang aku tau kematian itu sakit, mengerikan, namun lebih indah dari pada hidup disini, hidup didunia yang menjijikkan ini, dunia yang tidak mau berbagi denganku, andai aku bertemu, akan aku jadikan malaikat maut menjadi temanku, dan membawa serta orang orang yang aku cintai pergi dari dunia yang mengerikan ini, bahkan hewan hewanpun merelakan hidupnya untuk menggantikan nyawa para manusia dari pada hidup di dunia yang semakin menyeramkan ini, kalau mau bahkan mereka bisa menyantap kita untuk hanya hidangan pembuka, mereka itu buas, tapi kalah buas dengan kita. Hanya kematianlah yang bisa membuktikan kalau kita lebih keji dari hewan.

Terpikir dibennakku, aku ingin mati saja, namun apa hanya itu saja, apa yang aku pikirkan sebenarnya? Hanya karena ingin terbebas dari dunia ini, dunia yang tidak menganggapku sama sekali, aku tak diperhitungkan, tak ada harganya...

Piano,aku mainkan lagu malam itu, hanya untuk menghibur hatiku yang hitam dan sudah membusuk, mungkin ini yang dinamakan mati, meski ragaku masih bernyawa, aku sudah tidak bisa merasakan apa apa lagi, kosong, tak tersisa sedikitpun.

Malam itu, aku bertemu dengan kematian, Indah dalam arti harafiah, tak pernah sesenang ini aku berjumpa dengan dirinya, dalam hidupku hanya ada putus asa dan sebuah emosi yang entah aku tak tau apa namanya. Dia menghampiriku malam itu, malam dimana diriku hanya sendiri, termangu, tertatih, tanpa tujuan hidup. Titik hitam didepanku memudar, namun membesar bersamaan dengan lunturnya kesadaranku. Aku tak bisa bergerak, dia datang padaku, aku masih ingat dia membisikkanku sebuah nama, kemudian bergetar sekujur tubuhku lemas tak berdaya, bagai dicabik ribuan pedang dalam sekejap, aku melihat sosokNya, samar samar.

Tak lama setelah itu..


Aku terbangun, tergolek lemas diatas ranjangku, aku bermimpi, namun perasaan terguncang ini masih terasa ditubuhku, bergetar hebat, peluh mengalir dengan derasnya seakan aku masih diawasi, namun aku tak bisa mengingat namanya, siapa dia?

Aku bergegas bangun kala itu, perlahan menuju kesebuah ruangan, kubilas mukaku agar pikiranku menjadi jernih, perasaan itu.. mengerikan, bisikan itu masih terngiang dikepalaku, berputar putar tapi aku masih tak bisa mengingatnya, perasaan aneh ini terus menggerumutiku seakan memakan habis kesadaranku malam itu. Kuliahat wajahku dicermin, menyedihkan, wajah orang yang sangat ketakutan, terdiam agak lama aku memandangi cermin seolah ragaku terpaku disitu.

Aku berfikir, apa aku sudah mati? Ada apa denganku? Ada apa dengan dada ini? Sesak sekali.. terasa sakit yang luar biasa, siapa sebenarnya dia?

Aku menoleh ke sekelilingku, seolah semua berputar, aku seolah mendengar sesuatu, alunan biola ini, lirih, lembut, menyibak kesunyian, namun bukankah aku hanya sendiri diruangan ini. Kuputuskan untuk duduk didepan pianoku, ku iringi laju gesekan biolaNya, soalah kita bernyanyi, sebuah nada kesedihan, kesengsaraan, murka, dan petaka. Ini pertama kalinya aku bernyanyi dengan kematian seolah dia ingin menyapaku dengan hangat.

Aku baru sadar sensasi ini berbeda dengan yang tadi aku rasakan, ini bukan Dia lagi, kali ini berbeda, sensasinya memberku rasa tenang, seperti membawa kehidupan dalam “kematianku” ini. Suara itu kemudian melirih dan beranjak pergi, alunan pianoku pun berhenti seolah mengantar kepergiannya, kupejamkan mataku. Aku melihat samar wajah itu.. Siapa dia...


1 komentar: