Minggu, 16 Oktober 2011

strings 2 : The Door


                Dua minggu telah berlalu dari kejadian Pak Tua itu, aku berusaha melupakan kejadian aneh belakangan ini, hidupku kembali seperti biasanya. Kadang aku bersyukur  aku bukan Pak tua itu, setelah kejadian itu entah kenapa aku lebih memahami diriku, diriku yang sombong pada tuhan.

                Seperti yang kubilang tadi, aku kembali ke kehidupan ku, rutinitas yang sangat padat dan monoton, aku seorang penulis dan aku juga seorang musisi. Belakangan terdengar di balai kota akan mengadakan pertunjukan besar. Jadi kupikir aku akan berpartisipasi dalam acara borjuis itu. Walaupun itu sama sekali sangat membosankan, minum minum, percakapan sombong tentang kekayaan, wanita, dan wewangian membosankan dari aroma tubuh mereka. Entah kenapa ayahku sangat senang di lingkungan seperti itu.

                Sehari sebelumnya, ayah memberitahuku tentang acara itu, dia mengatakan padaku kalau aku akan mengisi acara itu dengan solo piano, sebenarnya aku tak mau, namun dia memaksaku, sangat menyebalkan, sudah kubilang aku bermain piano untuk diriku sendiri. Namun berapa kali kubilang di hanya acuh, aku terpaksa.

                Hari ini aku disuruh dia menemui seseorang, orang ini adalah kenalan ayahku, biasanya kenalannya hanya orang orang aneh dengan kepribadian yang menyebalkan, sebenarnya aku tak mau bertemu dengannya, namun aku tak bisa menolak, karena ini ada hubungannya dengan piano dan musik.

                Setelah kuhubungi, dia menyuruhku beranjak ke taman kota, di bilang ingin berbincang denganku, cuaca hari itu dingin dan sedikit bersalju. Setelah menggunakan mantel berbulu yang tebal aku beranjak ke taman kota dengan berjalan kaki, di sepinggiran jalan banyak sekali para faqir dan miskin berjejer rapi menyodorkan kaleng berisi recehan, kemudian lagi lagi aku teringat dengan pak tua malang itu, aku berhenti. Kuberikan roti yang tadi kubawa sengaja untuk mengisi perut, namun tak apa lah, aku tak mau kehilangan kesempatanku menyelamatkan seseorang, mengingat aku tak terlalu banyak berinteraksi dengan orang disekitarku. Aku memang penyendiri, hanya saja aku tak mau kehilangan kesempatan yang sama.

                Setelah beberapa saat terdiam, kusebrangi jalan dengan hiruk pikuk kendaraan kala itu, karena masih memikirkan kejadian itu, aku tak menyadari ada kendaraan lewat dari tikungan dan berlari kearahku, sangat kencang, aku hanya bisa melihatnya tak ada ekspresi, namun tiba tiba ada seseorang dengan baju lusuh mendorongku dari belakang, aku tersungkur mendekati pinggiran jalan, semua tiba tiba seberti berlalu begitu saja, kerumunan mengerumuni orang berbaju lusuh itu, aku bingung,yang kulihat hanya recehan dan serpihan roti yang berhamburan,  kepalaku berputar. Seseorang beranjak kearahku menanyakan keadaanku. Aku hanya menggelengkan kepala.

Setelah beberapa saat aku lari ketakutan seperti dikejar sesuatu,
hanya berlari kedepan, setelah tersadar, aku sampai ditaman kota. Mungkin naluriku yang menuntunku kemari. Aku kelelahan, mungkin karena aku lari dari kerumunan tadi, tiba tiba ada seseorang memberiku minuman.

“ini minumlah..Sepertinya kau kelelahan?”
“...”
“ambilah tak usah sungkan sven...”  aku menerima air pemberiannya
“sepertinya kau dikejar sesuatu..hari yang melelahkan? Kuharap kau tidak terlalu lelah untuk bermain piano”

Aku hanya terdiam dan meneguk air pemberiannya tadi, aku diajaknya berkeliling taman, dia bercerita banyak hal namun aku tak sempat menanyakan namanya.. mungkin seseorang dengan nama Gilbert atau semacamnya, dibawanya aku kesebuah aduditorium musik, dia bilang ini miliknya, pemberian dari kakeknya dahulu.

Setelah beberapa lama berkeliling dia memintaku untuk memainkan sebuah lagu, kemudian kumainkan dengan lembut piano itu, dia hanya terdiam dan memperhatikanku dari bawah, dia tak terlihat antusias atau semacamnya, aku tak mengerti, selama ini aku bermain hanya untuk diriku sendiri, belum pernah sedikitpun aku berpikir untuk bermain untuk orang lain.

Setelah selesai, dia berdiri dan berkata,
“sven jika kau ingin bermain, tidak akan ada yang melarang tapi setidaknya berpikirlah untuk bermain untuk orang lain”
“....”
“mungkin sebaiknya kau mainkan lagu yang belum pernah ku dengar sebelumnya, agar aku tahu siapa dirimu...”

Aku hanya berpikir, hanya lagu tadi yang sering kumainkan, selama ini aku hanya bermain tanpa syair, bahkan tanpa lagu. Aku teringat sesuatu, suara itu, kejadian itu, aku mendengar seperti alunan lagu yang terdengar sedih namun indah, kupikir aku mengingatnya, aku mencoba membawakan lagu itu dengan sungguh sungguh, kutarik nafasku kupejamkan mata, kumulai lagu itu dengan perlahan. Kemudian entah kenapa aku seperti tahu lagu ini, seperti aku sering memainkannya..

Kemudian tak lama aku mainkan, aku mendengar teriakan yang sangat keras.. kulihat kearah Gilberts gia seperti kesakitan, entah kenapa aku hanya terdiam melihatnya. Dia makin terlihat kesakitan, aku panik, entah bagaimana aku harus menolongnya badanku tak bisa bergerak, tanganku terus memainkan lagu ini, aku menangis tanpa sadar aku menitihkan air mata. Aku tak bisa mengendalikan diriku..

Apa yang sedang terjadi...

-to be continued-

1 komentar: