Minggu, 23 Oktober 2011

strings 2 : The Door (part 3)


                Orang tua itu memanggilku, memintaku untuk mengikutiku keruangan lain, aku sepertinya hanya menurut saja, tak ada yang terpikir dibenakku, kosong, tak terpikir. Langkahku berat sekali, seperti manahan beban berat di bahuku, sebuah kenangan yang tak mau aku ingat, tentang kematian ibuku, orang tua itu berjalan menuju kesebuah pintu lainnya, beda dari yang sebelumnya pintu ini sepertinya aku mengenalnya.

                Dia memintaku untuk cepat mengikutinya, aku berlari kecil kesana, kemudian tanpa disuruh pintu itupun terbuka, tak terlihat apapun, aku terheran, orang tua itu perlahan memasukinya, ruangan yang tadinya gelappun menjadi berwujud, aku seperti kembali kemasa kecilku, aku terkenang masa itu. Rasanya aku masih ingat dulu ayah dan ibuku selalu menyangiku, tak pernah meninggalkanku, apapun yang aku inginkan aku selalu mendapatkannya.
                Sembari teringat masalalu orangtua itupun melihat kearahku dan berkata,

                “indah bukan, sebelum jamanmu, alam ini benar benar indah, disini kau hidup bersama orang tuamu yang selalu ada untukmu, kau tak pernah mengalami kesusahan bukan?”

                “ya aku mengingatnya, hanya ini satu satunya kenangan indah bagiku, namun ada sesuatau yang hilang, dan aku tak bisa mengingatnya, karena saat memori ini muncul, rasanya aku tak pernah tahu bagai mana ini berlalu”

                “lihat saja, aku akan memberi tahumu apa yang terjadi” katanya

                Kemudian tiba tiba aku dibawanya ke sebuah rumah, rasanya aku masih ingat kala itu sebelum aku pindah kekota itu, aku masih tinggal di sini bersama ayah dan ibuku seperti yang ayahku pernah bilang, walaupun kami hanya keluarga seorang petani, namun semuanya terasa begitu indah, tenang, namun tak sama sekali aku merasakan kesepian dalam diriku.

                Sebelum aku teringat semua aku melihat seorang sosok wanita setengah baya, perawakannya cantik, putih. Ya, itu ibuku, tanpa sadar aku berlari kearahnya ingin aku memeluknya, namun ketika aku berlari, bayangan itu tak tersentuh olehku, aku hanya bisa menitihkan airmata dalam kesedihan tiba tiba orang tua misterius itu berkata,

                “tunggu dan lihatlah, semuanya akan kau lihat apa yang sebenarnya terjadi”

                Aku menahan airmataku, aku saksikan ibuku berlari kecil menuju kesebuah kamar, entah kenapa aku tak melihat ayah di rumah kala itu, aku memandang keseluruh ruangan hanya ada ibu dan seorang anak kecil,

                “itukah aku..?” kataku lirih.

                Aku melihat ibuku menggendongku dengan tergesa gesa, seolah ada yang sedang mengejarnya, mungkin saat itu aku tak mengerti apa yang sedang terjadi, bayi itu hanya terlihat tersenyum melihat ibunya datang.

                “kau begitu indah, kau adalah segalanya anakku, aku tak akan biarkan ini terjadi”

                Kemudian ia memelukku, erat sekali, namun bayi 3 tahun itu hanya bisa tersenyum dan tak mengerti apapun, kemudian terdengar seseorang mendorong pintu, seorang laki laki, aku tak mengenalnya, dia bahkan sama sekali tak seperti ayahku,

                “siapa dia?” kataku penuh tanya.

                “dia ayahmu”

                “tidak mungkin!!!! Dia bahkan tak seperti ayahku”

                “maksudmu orangtuamu yang sekarang?”

                “lihatlah baik baik anak muda, bagaimana seorang manusia dimakan oleh iblis” tegasnya dengan tatapan tajam, seolah memperingatkanku.

                “SERAHKAN ANAK BIADAB ITU!!!!” kata lelaki itu

                “tidak!!! Jangan lakukan ini pada anak kita” aku terkejut mendengar katakata itu keluar dari mulut ibuku, aku heran betul, dan aku sangat tahu bagaimana muka ayahku, tapi bukan, lelaki bajingan ini sama sekali bukan ayah yang kukenal, bahkan tak mirip sama sekali

                “KURANG AJAR!!!! BAJINGAN KAU!!!! LELAKI BRENGSEKKK!!!” teriakku sambil berlari menuju kearahnya, hatiku dipenuhi amarah. Ingin kubunuh laki laki brengsek itu.

                Namun aku sama sekali tak bisa menyentuhnya, bahkan seolah dia tak melihatku, aku memukulnya beberapa kali, kuarahkan kesekujur tubuhnya namun seolah dia tak merasakan kesakitan, bahkan keberadaanku saat ini, aku mulai panik, kelelahan, di berjalan maju kearah ibuku,

                “BERHENTI BEDEBAH!!!!!” teriakku panik.
                Aku menghadangnya didepan namun dia menembus tubuhku, aku sadar kalau aku tak terlihat, bahkan aku tak hadir diantara mereka, aku berlari kearang orang tua itu, yang dari tadi dia hanya terdiam melihat semua ini terjadi,

                “HENTIKAN BEDEBAH ITU ORANG TUA!!!! CEPATLAH!!!” aku berteriak kearahnya.
                Dia hanya tersenyum.

                “tak bisa, itu bukan hak ku” katanya dengan bijak

                Kemudian aku menoleh kearah lelaki tadi, kulihat dia dengan penuh amarah ingin merebut anak kecil itu, ya aku, apa yang salah denganku, aku bingung, kepalaku berputar, aku jatuh berlutut kearah orang tua itu sambil mengeluarkan air mata yang terbendung sedari tadi, aku sadar aku lemah sekali, bahkan aku tak bisa menolong siapapun, ibuku, bahkan diriku sendiri, aku tak berguna, aku lemah.

                “Kau tak ingin melihat akhirnya?”kata orangtua itu berkata padaku.

                Aku menoleh kearah sebaliknya, yang terlihat hanyalah ibuku yang teraniaya, melindungi anak kecil itu, dipukulnya ibu hingga jatuh tersungkur, bayi yang sedari tadi berada didalam keranjang, menangis melihat kejadian itu seolah ingin menolong ibunya.

                Lelaki itu mengambil sebuah belati dari belakang celananya, seolah ia ingin membunuh bayi itu, melihat kejadian itu, lantas wanita itupun bangun dengan sisa tenaganya, pria itu mengayunkan belati itu keara anak malang itu, kemudian sontak wanita itu tertusuk tepat dibagian perutnya, ia kemudian tersungkur tak berdaya, dan mencoba mendorong pria itu, aku hanya terdiam dan tak bergerak melihat kejadian itu, tubuhku tak bisa bergerak, bahkan mataku tak mau terpejam seolah memaksaku melihat kejadian itu.

                Lelaki itu acuh melihat wanita itu tersungkur penuh darah, tak memperduli kan istrinya yang kesakitan, dia kemudian menodongkan belati itu kearah bayi itu, tanpa rasa belas kasihan dia menyayat lengan bayi itu dan dia mengambil darah dari bayi itu, entah untuk apa dibuatnya, bayi itu hanya mengerang kesakitan,sesaat aku mengerti dari mana aku mendapatkan bekas luka di lengan kananku,  dia hanya terlihat senang, aku berusaha bangun dan berlari tertatih keara lelaki bejat itu, ingin rasanya saat itu membunuhnya, dia menjilati darah di belatinya, terlihat menjijikkan.

                Belum sempat aku sampai kearahnya, terdengar suara memanggil dari arah pintu, suara kakek tua, namun tubuhnya kelihatan bugar sekali, tak tampak lemah sedikitpun, dia memakai aksesori aneh, dia berteriak kearah lelaki itu

                “ALEX HENTIKAN!!!!!” teriaknya

                “DIAM KAU KAKEK TUA!!!!” sambil menaruh belati dimulutnya tadi

                Kemudian kakek itu berbisik sesuatu sesuatu, entah apa, seperti doa atau semacamnya, tak lama setelah itu tiba tiba lelaki itu mengerang seperti kesakitan, entah kenapa tubuhku juga ikut bergetar, lenganku terasa sakit sekali terasa seperti terbakar, kemudian lelaki itu berlari ketakutan kearah jendela dan berlari terbirit birit, ditabraknya jendela kamar itu hingga pecah, kemudian kakek itu menghampiri wanita itu,

                “ALICE ALICE BERTAHANLAH ANAKKU!!!!”

                “aku tak apa, lihat bayiku, sven... apa dia baik baik saja” kata wanita itu tersendat sendat,

                Aku menagis melihat kejadian itu, aku tak bisa berbuat apa apa, aku menjulurkan tanganku kearah wanita yang kusebut ibu, berusaha meraih dan menolongnya, namun tanganku tak sampai,

                “Cabut nyawanya anak muda” kata Pak tua itu dengan tenang

                Aku hanya terus berusaha meraihnya, seolah semakin menjauh, dan wanita itupun terlihat makin kesakitan, kakek itu sibuk mengobati pendarahan anak kecil tadi, sambil sembari melihat kearah wanita itu dengan tatapan cemas,

                “Cabut nyawanya nak, apa kau ingin melihat dia terus kesakitan seperti itu? Antarlah dia ketempat yang seharusnya, tempat yang lebih baik..”

                Aku terbangun perlahan, berjalan tertatih kearahnya, sambil terus meneteskan air mata, kemudian dibelakangku orang tua itu mengikuti,

                “Rengkuh dia nak, Cabutlah dia dengan kasih sayangmu”
                “Bagaimana bisa?” aku bingung dan masih belum percaya semua ini terjadi
                “Kau adalah satu satunya yang berhak mencabut nyawanya”

Belum sempat aku menjawab sepertinya wanita itu sadar akan kehadiranku di dekatnya, seperti mengenaliku dia menatapku dan berkata,

                “tak apa, ambillah...aku merelakannya untukmu..” seolah dia meyakinkanku.
Aku hanya menangis dan melihat kearahnya dengan tatapan yang dalam seolah tak ingin membiarkannya pergi, namun pak tua itu menyuruhku,

                “yakinlah..dia pasti ditempatkan ketempat yang lebih baik..percayalah padaku”
                Aku terdiam sejenak kemudian kupegang kedua tangan di dadanya semua melihat kearah wanita itu, kemudian aku melihat seperti cahaya yang terang namun tak menyilaukan, rasanya hangat keluar dari tubuhnya, putih bersih, tak ternoda sedikitpun,

                “indah bukan, kematian tidak seperti yang kau kira...”

                Aku hanya terheran dan airmataku terbendung sejenak, cahaya itu melayang keara pak tua itu, mengitarinya sesaat, kuliahat kearah kakek malang dan anak bayi itu, memastikan mereka tak apa apa, kulihat kesedihan dimata mereka, anak itu terus menagis, mengerang kesakitan, aku merasakan kesedihan mendalam di matanya, sama sepertiku... dia memang aku, aku yang lemah, dan tak berdaya ini.

                Pak tua itu berjalan kearah kesisi yang lain diikiti cahaya tadi, kemudian cahaya itu menari mengitari anak itu, seperti mengatakan salam perpisahan terakhir kali, beranjak dari situ, pak tua mengajakku pergi,

                “Ayo nak, tugasmu sudah selesai, mari ikut aku akan kuberi kau sesuatu”

                Pak tua itu beranjak pergi kearah pintu depan, diiringi cahaya yang mengiringinya, akupun terpaksa beranjak, aku mengikutinya pergi dengan tertunduk, sebelum mengikutinya keluar, aku menghentikan langkahku, aku menoleh kearah mereka dengan tatapan sayu, yang terlihat hanya duka, sakit, dan kesedihan, sangat terasa ditubuhku, hatiku seperti dilubangi, kemudian pemandangan itu mulai memudar, aku beranjak dalam kesedihan, namun aku masih tak mengerti, kejadian seperti ini tak pernah ada dalam memoriku, aku sama sekali tak bisa mengingatnya, semua seolah berlawanan dengan apa yang aku ketahui, siapa ayahku yang sebenarnya, kakektua itu, dan semuanya tentang kejadian ini, aku merasa hilang...

Namun aku terpaksa pergi..

Aku berjanji aku akan menjadi jauh lebih kuat dari hari ini...esok lusa atau kapanpun...

Terdengar pak tua itu berkata lirih..

“ini sudah waktunya...untuk mu yang terpilih...”
               
                


1 komentar: